Assalamu'alaikum Wr.WB

Terima kasih kepada semua orang yang sudah berkunjung ke blog ini......

Terima kasih banyak...

Semoga Bermanfaat..

S E L A M A T D A T A N G

Selamat Datang Di blog ini semoga bermanfaat


Kumpulan Cerpen

 Aku Cemburu
By : Corrina Hepartin Novsyiami

Langkah gontai perlahan tapi pasti, kuikuti alur hidup yang penuh dengan keajaiban disana-sininya, kulihat nun jauh disana sebutir harapan kasih sayang dan cinta terbentang dengan luasnya. Harapan itu agaknya mulai tampak lagi, mulai muncul kepermukaan seraya hati ini kembali tersentuh oleh seongok cinta darimu. Memang dirimu bukan siapa-siapa, bukan pula raja dan bukan orang yang akan dibanggakan, namun hati ini sudah tersentuh oleh seonggok cinta darimu, seonggok cinta yang sebenarnya itu hanyalah hayalan dan harapan.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * *
            Sebelumnya kita tak pernah sapa bahkan tak pernah jumpa, hanya tau namamu lewat prestasi yang selalu kau toreh, kau sering jadi pembicaraan banyak gadis, aku yang disaat itu hanya kagum melihat ulah dan tingkahmu yang selalu membanggakan siapapun sempat berfikiran pasti beruntung gadis yang pernah singgah dihatimu.
            Sepanjang hari dan sepanjang minggu, ada perasaan kagum kepadamu, bahkan perasaan ingin tau siapa kau sebenarnya, kucoba cari tau kau dari teman dekatku, bahkan tak jarang aku membuka wall situs jejaring sosialmu, pertanda aku ingin tau sekali siapa kau sebenarnya.
Sebenarnya aku mengagumimu saja atau malah mulai ada rasa cinta untukmu ? sedikit keraguan hati yang membuatku binggung.
            Sinyal cinta mulai tumbuh diantara kita, ketika kau mulai menyapaku, walaupun kita satu sekolah, tapi kita tidak pernah saling bertemu secara lansung, kau melemparkan senyum manismu kepadaku, senyum itu mungkin tidak berarti bagimu, tapi bagiku sangat indah. Ahkirnya aku sadar bahwa aku sudah menyukai sosok indahmu.
            Cerita tentangmu masih terus berlanjut, senin pagi kau selalu tampak gagah ketika menjadi pemimpin upacara, selalu tampil sigap apabila dibutuhkan, dan tampil percaya diri setiap kali berdiri didepan orang banyak.
            Kau sosok yang kubangga, untuk kali ini aku memohon kepada tuhan agar aku dapat didekatkan denganmu, mohon agar aku dapat mengenalmu lebih jauh.
Do’a ku terjawab, kita ternyata dapat dekat begitu saja, saling berbagi dalam canda tawa dan tak jarang dalam kesusahan yang pelik.
            Seringkali  aku membuat susah dirimu oleh tingkahku yang semena-mena, namun kau selalu tepis dengan bijaksana. Setiap hari kau tak lupa memberikan  senyuman manis yang membuat semua gadis akan tertawan hatinya olehmu.
            Kita sudah dekat kurang lebih 5 bulan, aku penasaran pada hatimu, apakah ada rasa yang sama diantara kita ? setiap hari perhatianmu makin menjadi-jadi. Setiap kali kutanya tentang arti itu semua kau selalu jawab dengan nada gembira, “kau adalah sahabat baikku, jangan pernah pergi dari hidupku walaupun itu sedetik maupun dua detik”, aku hanya membisu mendengar jawaban mu itu.

                        * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

            Kau masih tidak mau mengungkapkan rasa cintamu untukku, bukannya aku ke Gr_an dengan sikapmu, tapi aku tau kau juga punya rasa sama untukku, kau yang selalu memperhatikanku dikala berjalan dilorong sekolah, aku yang selalu terlambat pergi sekolah, aku yang selalu dimarahi guru ulah kenakalanku, aku yang tak pernah bisa dipelajaran olahraga, aku yang gugup ketika berbicara dengan kepala sekolah, dan  aku yang tak pernah lancar berbahasa inggris, kau selalu perhatikan aku, aku tau itu.
            Kau juga sering menanyakan barang apa saja yang disukai oleh para gadis, memangnya kau suka sama siapa? Setauku kau tidak pernah dekat dengan gadis manapun kecuali aku dan sekretarismu, kau mau pacaran dengan sekretarismu, yang benar saja, dia itu adik tirimu.
            Dan kau yang selalu mengantarkanku pulang hingga gerbang sekolah, melihat ku dalam-dalam ketika aku akan naik angkot untuk pulang, apa itu belum cukup, bahwa kau juga miliki rasa yang sama denganku.
           
* * * * * * * * * * * * * * * * * * *

            Hubungan kita  sangat dekat ketika perpisahan siswa kelas 3 akan digelar, kau dan aku sama-sama menjadi panitia, intensitas pertemuan kita jadi lebih sering, agaknya kau memang tidak ingin ungkapkan itu padaku.
 Satu  minggu kita tidak bertemu, dikarenakan kau  pergi study banding sebagai ketua osis, ini sungguh masa yang sangat pelik untukku. Bukannya bagaimana, tapi biasanya kau yang selalu temaniku berbelanja dikafe, kau yang menyuruhku untuk mempelajari tentang agama lebih dalam, kau yang selalu mengatur pola makanku, dan kau yang tak pernah lupa mengingatkaku untuk bersedekah kepada anak yatim.
            Dalam kenyataannya aku adalah anak yang bodoh yang diremehkan banyak orang, karena mereka menggangapku tidak pantas denganmu, aku hanya ingin berkata padamu, “ayo katakan pada mereka, kau juga cinta aku”.
            Sekembalinya kau dari tugas resmimu sebagai ketua osis, kau lansung temuiku, aku yang saat itu sedang  mendekor panggung gedung pertemuan tiba-tiba saja tanganku kau tarik tiba-tiba, kau bawa aku kesudut gedung pertemuan yang dari sana dapat dilihat jelas semua pemandangan indah danau. Aku hanya heran melihat ulahmu yang tidak biasanya, apa salahnya kau sapa dulu anggotamu yang lain, sebagai pertanda bahwa ketuanya baru saja menyelesaikan misinya sebagai utusan sekolah.
            Disudut itu, cukup lama kita diam, saling membisu, seharusnya setelah satu minggu berpisah, banyak cerita yang akan kita ceritakan berdua, matamu kulihat nanar menatap air danau yang berbuih, kuperhatikan saja sikapmu yang terlihat sedih, aku tak berani bertanya karena ini  bukan sikap biasamu.
            Setengah jam berselang, kita masih dalam kondisi diam, kau mulai menatapku, kemudian tersenyum kepadaku, aku balas dengan senyum kaku, kemudian tampak olehku kau mengeluarkan sebuah  kado kecil, kemudian kau serahkan untukku.
           
Ini untukmu sahabat terbaikku, terima ini dan simpan dengan baik, jikalau ini adalah hadiah terahkir dariku”.
            “Thanks”, aku memang tidak punya kata lagi untuk menjawab kata-katamu, hanya jawaban singkat yang dapat kuberi.

Aku mengangap kata-kata hadiah terahkir itu hanya gurauan saja, bergurau itu kan hobimu.

            Kau memberikan amanat bahwa kado itu hanya boleh dibuka setelah aku sampai dirumah dan aku harus memakainya ketika pesta perpisahan siswa kelas 3 berlansung, aku memang penasaran dengan hadiahmu, ma’af aku melanggar amanatmu Karena  begitu penasaranya, didalam angkot menuju pulang kubuka saja kado darimu, kulihat sebuah kalung cantik berada didalamnya, sungguh aku terharu dengan hadiahmu. Didalam hati aku berkata, kalaupun kita tidak bisa bersatu seperti anak muda kebanyakan, namun aku akan mulai menggangapmu sebagai sahabat sejatiku.

            * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Persiapan untuk acara perpisahan siswa kelas 3 sudah 90%, aku salut kepadamu, karena kau adalah ketua yang bijaksana, ah.. seharusnya aku mulai menghilangkan rasa cintaku untukmu, bukankah aku hanya kau anggap sebagai sahabat ?
Tepat hari ini, acara itu akan dimulai, semua panitia berkumpul dahulu diruangan OSIS sebelum ahkirnya kita berangkat sama-sama ke gedung pertemuan, sesuai amanatmu akupun memakai kalung cantik itu.

Hei, kau terlihat sangat cantik hari ini, haahaa..sahabatku”, sapamu sebelum aku berangkat dengan rombongan pertama,
Tulus ngak t ?, dasar bocah” sungutku.
Kau ingin berangkat dengan rombongan ini” (sambil menunjuk rombongan pertama yang akan pergi.
Aku hanya mengganguk, lantas kau menyuruh mereka pergi dulu, kau kemudian menyeretku menjauh dari mereka.

Nah, ngapain dibatalin, aku kan harus check sound dulu sebelum tampil?”  tanyaku heran
Bocah, ada yang ingin aku katakan sama kamu”, nadamu terlihat serius
“Ya Allah, nanti juga bisa kan, ngapain harus sekarang, sarap kamu” dengan nada setengah kesal aku tatap matamu dengan lugu.
Nanti ataupun besok tidak akan bisa, karena ini….. ah.. sudah lah…. Aku hanya ingin bilang, kalau aku  menyukaimu, kau tak usah terima cintaku, karena aku sadar bahwa cinta kita tak kan bersatu, aku tau itu, aku pernah berjanji padamu bahwa aku akan menjadi sahabat sejatimu, ma’af aku akan meralat janji itu padamu, ma’af…”, kau ahkiri perkataanmu, setelah itu kaupun lenyap dari hadapanku.

            Padahal kau sudah nyatakan cintamu padaku, tapi kenapa hati ini tidak senang sedikitpun, bahkan rasa gelisah terselip sedikit dihatiku.
Karena kau menghambatku untuk pergi dengan rombongan pertama, aku harus rela pergi dengan rombongan kedua, selama perjalanan hatiku masih menerjemahkan kata-kata cintamu yang sangat tidak dimengerti oleh kepalaku, jujur aku memikirkanmu yang akan menyusulku kegedung pertemuan dengan rombongan keempat.
Setelah sampai digedung pertemuan, aku lansung menuju pemain orgen yang sudah menunggu untuk melakukan checksound sebelum tampil, kau harus professional, batinku.
Sebelum menyanyikan lagu pembuka, hatiku terus gelisah, karena kau belum juga muncul dihadapan ku, tak biasanya hatiku segelisah ini.
Pertengahan lagu kunyanyikan, tiba-tiba saja anggota rombongan mu, datang dengan raut wajah gelisah dan disana tidak kudapati sosok indahmu, aku sudah bisa terka pasti ada sesuatu denganmu, demi kata professional aku terus melanjutkan lagu itu hingga ahkir. Setelah lagu itu berahkir kuberlari menuju salah seorang anggota rombongan keempat, ketika kutanya dimana kau, mereka hanya menjawab, bahwa kau kecelakaan dan tak tertolong lagi lagi. Jujur saja aku kaget mendengar itu, tubuhku lansung lemah tak berdaya.
Kutanya lagi pada mereka dimana kau kecelakaan, mereka hanya menjawab bahwa tempat itu baru saja aku  kunjungi bersamamu, aku ingat tempat itu, itu tempat dimana kau ungkapkan kata cinta tadi, mereka juga bilang bahwa kau terlihat bermenung duduk disudut gerbang sekolah,. Ketika kau ingin menyeberang menuju danau yang tepat didepan sekolah kita, tiba-tiba saja ada sebuah truk berkelajuan tinggi datang dan kecelakaan itu tak dapat dielakan, kau lansung dibawa kerumah sakit namun nyawamu tak tertolong.
Aku tak kuat mendengar hal itu, sekuat tenaga kuberlari keluar dari gedung itu dan secepat mungkin aku dapat bertemu denganmu, walaupun nanti yang kutemui hanya seonggok harapan akan dirimu. Sambil berusaha tenangkan alam sadar, kususuri lagi jalan cinta kita berdua, seolah ingin luapkan rasa dihati, ditempat kau tinggalkanku untuk selamanya kubisikan kata cinta terahkir untukmu “Teruntuk kekasihku tersayang, dan aku cemburu ketika alam lebih dulu memelukmu, ketika kau lebih memilih tinggalkanku dan berpaling dari mimpi kita, selamat jalan untuk semua kenangan indah yang pernah kita buat”, kuhempaskan badan kejalan dan kulihat riak danaupun menepi.
 * * * * * * * * * * * * * * * * * * *
The end










TANGISAN NANA
Oleh : Corrina Heparti Nofsyiami

            Dan dia selalu kulihat duduk bermenung dipojok sambil membaca sebuah buku yang sudah lusuh karena selalu dibolak-balik beratus-ratus kali. Ku pandangi lagi wajahnya dalam-dalam, tapi hanya dengan jarak 10 m saja aku memandangi wajah tua yang sebenarnya tidak sebanding dengan umurnya yang masih muda. Setiap kali bertemu kami hanya bertegur sapa sedikit pertanda dia masih mengenalku.

                                    ****************************
            Pagi ini, udara begitu dingin sehingga para umat manusia sekalian sangat merasa malas untuk melakukan aktivitas , begitu juga aku, tidak ada rencana indah yang diukir oleh otakku kecuali menjalani hidup seperti siswa SMA pada umumnya.
            Akan kuceritkan  sosok seseorang kepadamu. Pertama kali aku mengenalnya disebuah lorong sekolah, dia terlihat selalu sendirian, sendirian tanpa pernah mengajak seseorang untuk mengisi harinya yang kosong. Aku pernah lewat disampingnya, dan dia menyapaku dengan sebutan senior, sebutan yang kuraih mungkin karena kelasku lebih tinggi dari dirinya.
            Sempat otakku bertanya, siapa dia dan latar belakangnya, yang aku tau dia anak berbakat dalam bidang puisi dan sastra, pernah suatu kali dia membaca puisi dan  semua hadirin tersentuh dengan puisinya. Jujur saat itu aku juga ikut menangis oleh ulah penghayatan puisinya yang begitu mendalam.
            Yang selalu menjadi bahan perhatian ku, dia selalu berjalan sendiri disebuah lorong kecil yang menghubungkan antara tingkat kelas XI dan XII, kemudian duduk dipojok ujung sekolah yang sangat jarang dilalui siapapun, hanya tikus-tikus yang sudi bersarang disana. Ku amati wajahnya lebih dalam, wajahnya selalu terlihat murung tidak ada nampak keceriaan layaknya anak remaja yang selalu berfikir tanpa logika. Pernah kuintai dia dari kejauhan yang tampak hanya raut wajah yang sama yang selalu ditonjolkannya selama aku kenal dia.
            Kehidupan orang yang sama, raut wajahnya yang sama, dan dia juga selalu membaca buku yang sama, buku lusuh entah keluaran tahun berapa, mungkin 2000-an, dilihat dari kertasnya yang kuning dan lecek di lekukan buku, pasti ini bukan buku yang dibelinya baru-baru ini.
            Raut wajah yang sama, buku lusuh yang sama dan orang yang sama. Siapa kau sebenarnya ? aku hanya ingin tau, kenapa raut wajahmu selalu begitu, ada apakah gerangan dirimu ?
****************************
            Pagi ini tepat dimana ribuan pagi aku bertemu dengannya lagi dilorong sekolah, kali ini aku memberanikan diri mendekatinya dan bertanya lansung kepadanya.

”Hei, na” sapaku pelan, yang aku tau namanya Nana,
 ”Oh, senior, ada apa pagi-pagi kepojok sekolah?” tanyanya setengah kaget.
 ”Ngak, kebetulan jalan-jalan, eh ketemu kamu... hmhmmhmhh.. lagi baca apa na?”, tanyaku sok basa-basi.
”Ini kak, buku.........”

Setengah tertahan aku lihat dia memperlihatkan buku dengan judul ”kenangan aku dan ibuku”, katanya yang tertahan tidak lagi dia lanjutkan, aku sudah tau judulnya, kuingat lagi puisi yang dibacakannya waktu itu juga berjudul ”ibu”, ada apa dengan ibunya ? semakin ku tau siapa dia, semakin ku penasaran. Percakapan indah kami ini harus terhenti karena bel sudah berbunyi, aku harus menjalani ritual belajar ku sebagai siswa kelas XII dan dia juga.
****************************
            Seminggu sudah aku tak melihatnya duduk bermenung dipojok sekolah itu, percaya atau tidak tapi aku  memperhatikannya setiap hari selagi aku masih punya kesempatan untuk melihat pojok sekolah disela lorong kelasku, tapi sudah seminggu ini aku tidak melihatnya, mungkin dia sakit atau ............ ah.. pikiranku kalut. Jujur saja aku menjadi aneh semenjak melihatnya, selalu ingin memperhatikannya dan ingin tau tentangnya setelah kupikir ulang, aku adalah orang bodoh yang selalu menjadi fans sejatinya, dengan selalu penasaran ulah tingkahnya.
            Aku tau seseorang yang mungkin  lebih mengetahui tentang sosok Nana.
............................................
”Sis, kamu sekelas sama Nana kan ?”, tanyaku pada siska juniorku yang kucegat dengan tiba-tiba dilorong sekolah.

”Kkaakaaakk, annisa? Iya, siska sekelas dengan Nana, ada apa kak?” dia menjawab sambil melempar muka dariku dan bibir bergetar.

”Kok seminggu ini, Nananya ngak keliatan, dia sakit ya?”,

”Napa kok kakak nanya-nanya Nana?, emang biasanya kakak liat Nana dimana?” tanyanya penuh selidik.

”Eits....... tenang dulu donk, jangan curiga gitu, kelas kamu dan Nana kan seberang lorong ini, jadi keliatan donk aktivitas kalian, kakak hanya heran dengan sikapnya yang selalu duduk dipojok belakang, dia ada masalah ya?” jelas ku panjang lebar.

”Kalau masalah itu siska kurang tau kak, yang jelas dia itu anak yang aneh, tidak mau bergaul dengan kami dan dia juga tidak mau bergaul dengan siapapun, guru BK pun tidak bisa membujuknya untuk sedikit berbagi”.

”Trus, kamu tau rumahnya ngak? Kakak ingin kerumahnya” tanyaku lagi.

” jln. Sudirman, Komp. Mawar no 34, tapi kalau sampai disana hati-hati ya kak!”, jawabnya setengah sedih
.
” Memangnya kenapa?”, tanyaku penasaran.

”I-B-U”,  jawabnya singkat, dan siska pun berlalu dari hadapanku.

****************************
Nana dan Nana, sebuah nama yang berhasil membiusku, hingga alam sadar ku hilang untuk melakukan aktivitas lain, selain menuju sebuat alamat rumah yang diberikan oleh siska tadi, dengan menaiki beberapa angkot aku sudah sampai dikomp. Mawar., Kujejali rumah yang berada dikomplek itu satu persatu, Nothing special, hanya terlihat beberapa rumah saja yang masih dihuni, dan selebihnya seperti  rumah yang kehilangan penghuninya atau mungkin juga kehilangan selera hunian, entahlah.
Nomor 30, 31, 33 dan 35, sambil keheranan ku tatap lagi nomor rumah yang diberikan oleh siska tadi siang, kemudian ku tatap kembali rumah-rumah  bernomor 30-an, tidak kutemukan rumah dengan nomor segitu, ku alihkan pandangan mencari seseorang yang sekiranya tau akan permasalahan ini. Ini adalah komplek perumahan pertama yang kulihat penghuninya tidak melakukan aktivitas luar. Bahkan mungkin penghuni yang menghuni rumah-rumah disini dapat dihitung oleh jari. Setengah jam aku sudah menunggu seseorang yang mungkin tau dimana rumah dengan nomor 34, hanya seorang ibu tua yang tampak dari kejauhan mulai mendekatiku.

”Assalamu’alaikum buk, selamat siang” sapaku pelan

”Walaikumsalam, cari siapa nak?”  tanyanya dengan ramah

”Saya Annisa, sedang mencari teman saya yang kebetulan tinggal dikomp. sini,
namanya Nana, ibuk kenal dengan Nana ?”

”Nana ? mau apa kamu dengan Nana nak ?, rumah Nana itu dibelakan rumah
nomor 33, ada gank kecil nah kamu lewat saja gank itu kemudian akan tampak
sebuah rumah kecil dengan cat ungu, nah itu rumahnya Nana, tapi sampai disana
hati-hati ya nak”  jelas ibu tua tadi panjang lebar.

Jelas ada misteri lain dengan Nana, dengan sedikit ragu-ragu ibu tua tadi memberikan keterangan dimana rumah Nana. Seperti kata Siska tadi, ibu tua tadi juga menyuruhku hati-hati ketika sampai dirumah Nana, ada apa dengan Nana sebenarnya? Setelah mengucapkan terimakasih akupun mencari rumah dengan nomor 33, memang diantara rumah nomor 32 dan 33  terdapat gank kecil, sambil mengucapkan Bismillah, kumasuki gank kecil itu.
 Dari ujung gank sudah dapat kulihat rumah dengan cat ungu yang sudah pudar, rumah satu-satunya yang ada disana, karena sekelilingnya hanyalah tanah kosong dengan rumput yang hampir sama tinggi denganku.
”Assalamua’alaikum” sambil memberi salam aku terus mengetuk pintu, setelah hampir mengetuk pintu begitu lama, kuputuskan untuk masuk saja kedalam rumah, yang kebetulan tidak dikunci. Ketika masuk, aku melihat sebuah rumah dengan ornamen klasik namun tidak begitu terawat. Dipojok rumah kutemui sesosok anak seusiaku yang tampak lebih kurus sedang menangis dan memeluk sebuah figura foto, aku tau itu adalah Nana.
......................................
Nana.........” suara ku menghentakkannya yang sedang menagis.
Oh, Senior.....” segera disimpannya figura foto yang dipegangnya tadi, sambil mengusap air mata dia melemparkan sebuah senyum  yang manis, jujur untuk pertama kalinya aku melihat seorang Nana tersenyum.
Kalau difikir-fikir Nana anak yang cukup ramah, namun banyak orang yang tidak pandai bagaimana cara mendekati seorang Nana. Kemudian dia menyuruhku untuk duduk disebuah kursi berdebu yang sudah lama sekali tidak dibersihkan, disekeliling rumah tampak oleh ku, banyak foto terpajang, dilihat dari warna bingkai fotonya yang sudah pudar dan berdebu pasti ini foto lama, paling banyak terpasang foto seorang perempuan yang anggun, raut wajahnya mirip dengan R.A Kartini, dan aku ramalkan ini adalah Ibunya Nana, memang ada sedikit kemiripan antara raut wajah mereka namun tidak begitu mirip, aku sempat berfikir jikalau Ibunya Nana sudah meninggal karena dia terus sedih ketika berbicara tentang sosok Ibu, benar atau tidaknya akan kutanyakan padanya lansung.
Setelah menyuruhku duduk Nana meminta izin untuk membereskan wajahnya, dia pergi kebagian belakang, mungkin itu dapurnya atau mungkin juga kamar mandinya, diatas meja kulihat ada semangkuk bubur yang masih panas, asapnya dapat kulihat jelas.
Nana datang dengan wajah yang lebih segar, walaupun wajah murung itu masih menjadi ciri khasnya, ketika dia duduk disebelahku, kami menjadi sama-sama diam, padahal segudang pertanyaan ada didalam kepalaku, namun lidahku serasa kaku untuk mengungkapkannya. Dia yang tadi melemparkan senyuman kini tidak lagi bersuara.
Na, kamu mau makan ya? (sambil menunjuk semangkuk bubur)”, Tanyaku membuka pembicaraan
hmmhm.. ndak itu untuk seseorang” kembali raut wajahnya sedih setelah aku bertanya tentang itu.
Na, foto-foto yang terpajang didinding itu Ibumu ya?  mirip kamu loh Na”
”Itu (ditunjuknya salah satu foto)” aku hanya mengganguk.
Iya, itu foto ibuku” semakin dalam kesedihan seorang Nana.
”Sekarang beliau dimana?” ´tanyaku lagi
Dia terdiam sejenak..... lama juga dia menjawab tanyaku
Kamu tau tidak, .............aku masih mencintainya sampai saat sekarang (Air matanya mulai berjatuhan) walaupun sekarang kondisinya berbeda dengan 3 tahun yang lalu, dulu aku adalah anak paling beruntung sedunia punya keluarga lengkap, namun sejak ayah tiada semuanya berubah dan dia juga berubah...........” suaranya berat dan pecahlah tangisnya.
Aku makin binggung dengan perkataannya, tidak ada satupun kata-katanya yang dapat dicerna oleh otakku. Disaat air mukanya berubah menjadi suram, tiba-tiba saja terdengar olehku suara perempuan menangis setelah itu dia tertawa lagi, bulu kudukku lansung berdiri yang terbayang olehku itu adalah suara setan atau jin.  ”Na, tadi denger suara perempuan yang menagis terus tertawa lagi ? tanyaku  pada Nana dengan perasaan takut, setelah aku berkata demikian, dia lansung terkejut dan dengan cepat membawa mangkuk bubur tadi kearah belakang.
Rasa penasaran ku mengalahakan akal sehat ku, kukuatkan hati, kususuri jalan yang dilalui Nana tadi hingga ahkirnya kutemui dia sedang memeluk seorang perempuan tua dan menangis dipangkuannya perempuan yang raut wajahnya persis dengan wanita yang ada difoto ruang tamu. Aku sangat terkejut ketika mengetahui bahwa ibu Nana berada dalam kondisi yang mengenaskan, dia terikat dengan rantai dan tertawa-tawa sendiri, ya....Ibu Nana gila, mungkin penyebabnya karena beliau terlalu shock mengetahui suaminya meninggal dunia, baru aku tau apa inti pembicaraan Nana tadi. Dengan lembut dan halus Nana menyuapi ibunya dengan semangkuk bubur, walaupun perempuan tua itu terus meronta dan terus tertawa ketika melihat keatas loteng. Ironis memang, ketika rontaan ibunya tadi berhasil memecahkan mangkuk dan membuat Nana tersungkur, dengan sigap Nana kembali berdiri membereskan mangkunya itu kemudian berbalik dan menghadap kearahku, aku berdiri kaku menyaksikan pemandangan itu, kulihat dia menangis untuk kesekian kalinya, dia lalu berdiri kemudian dengan cepat menyerbu tubuhku dan memelukku, dia curahkan semua luka hatinya selama ini dipundakku, dia tumpahkan rasa hatinya dipundakku, dengan tegas dia berkata padaku ”Bantu aku hadapi dunia ini.......”



The end